Limbah Sayur dari Dapur, Karakter dan Manfaatnya untuk Pupuk Organik

Teknologi, Terbaru, YPTD140 Dilihat

Limbah sayuran dari dapur banyak melimpah bisa berupa potongan dedaunan, ranting, pelepah, cangkang. Bahkan sering kali terjadi, sayuran yang terbuang karena basi.

Semuanya adalah limbah organik sebagai komponen hijau yang memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik atau kompos yang bermanfaat bagi kesuburan tanah.

Proses pembuatan pupuk organik atau kompos adalah proses biokimia yang dilakukan oleh mikroba. Maka sangat jelas bahwa mutlak kaidah mikrobiologis harus dipenuhi dalam proses pembuatannya.

Berbeda dengan proses kimia, proses mikrobiologis terjadi terutama karena adanya peran mikroba sehingga kondisinya harus diupayakan agar aktivitas mikroba aktif yang digunakan ada dalam kondisi optimum.

Limbah sayuran dari dapur pada umumnya mengandung bahan organik berupa selulosa, hemiselulosa, sedikit protein dan vitamin serta mineral mikro.

Dengan karakter kandungan selulosa dan hemiselulosa yang dominan, limbah sayuran ini membutuhkan penanganan tertentu untuk dibuat kompos.

Begitu juga potensi kandungan Kalium yang ada dalam kulit pisang atau kandungan Calcium dalam cangkang telur bisa melengkapi proses pengomposan sehingga produk komposnya sudah mengandung nutrisi mineral bagi tanaman.

Sebenarnya selain sayuran, ada limbah dapur yang biasanya dibuang begitu saja yaitu ampas kopi. Padahal menurut beberapa sumber menyebutkan ampas kopi ini mengandung Nitrogen yang bisa juga sebagai asupan bagi proses pengomposan.

Adanya asupan Nitrogen bisa mempercepat proses degradasi bahan yang banyak mengandung selulosa dengan rantai karbon yang kompleks.

Proses pengomposan yang berlangsung secara alami bisa butuh waktu berbulan-bulan, tapi dengan menggunakan bioaktivator sebagai dekomposer, maka proses pengomposan bisa dipercepat hanya dalam dua atau tiga bulan saja.

Bioaktivator adalah komponen dekomposer yang mengandung mirobakteri aktif.  Spesies mikroorganisme yang digunakan juga turut menentukan kecepatan degradasi dan hasilnya proses pengomposan.

Melihat secara biokimia seperti disimak dari literatur bahwa dari kinerja mikrobakteri aktif tersebut menggambarkan proses pembentukan pupuk organik.

Proses tersebut dimotori oleh kierja mikroba yang mendegradasi bahan organik seperti hemisellulosa, sellulosa, protein menjadi senyawa CO2 + H2O + energi.

Senyawa hasil degradasi dan sebagian energi tersebut digunakan untuk pembentukan sel baru mikrobakteri aktif dan sebagian energi dilepas berupa panas.

Proses selanjutnya adalah terbentuknya senyawa kompleks yang lebih stabil berupa kompleks ligno protein sellulosa yang dinamakan humus.

Humus ini pada umumnya mengandung sebagian besar sekitar 60 persen komponen Karbon dan sekitar 10 persen Nitrogen.

Dengan komposisi Karbon dan Nitrogen dengan nisbah 6 tersebut menunjukkan sudah banyak enersi panas dilepas dan memenuhi syarat sebagai kompos yang bisa diaplikasikan dalam proses pemupukan tanah.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa kompos yang memiliki nisbah Carbon terhadap Nitrogen pada angka 14 sudah bisa digunakan sebagai pupuk organik.

Berdasarkan skema proses pengomposan, maka terlihat adanya peran mikroba, kondisi lingkungan seperti kadar air, temperatur, aerasi oksigen serta komposisi bahan.

Pemahaman yang mendasar pada prinsip pengomposan merupakan hal mutlak diperlukan untuk menghasilkan mutu kompos yang berkualitas.

Udara diperlukan bagi proses yang bersifat aerob juga didukung dengan kelelbaban dari kandungan air dalam proses pengomposan.

Begitu pula peran mikroba sebagai komponen coklat, sangat penting dalam proses pengomposan. Mikroba yang digunakan sebagai organik dekomposer dalam proses pengomposan antara lain jenis bakteri, actinomycetes dan yeast atau ragi.

Namun mengingat bahwa komponen utama sebagai sumber karbon dalam bahan kompos adalah sellulosa maka peran jenis mikroba pemecah sellulosa sangatlah besar.

Makin besar daya urai dari mikroba aktif, maka makin cepat pula proses pengomposan berlangsung tidak perlu waktu berbulan-bulan.

Beberapa jenis mikroba pemecah sellulosa yang dapat digunakan antara lain Trichoderma sp, Cellulomonas sp, Bacillus sp, Clostridium sp, Actinomyces sp, Streptomyces sp. Sementara yeast Saccharomyces sp. 

Dari uraian di atas beberpa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pembuatan kompos dari limbah sayuran dari dapur adalah sebagai berikut :

Kumpulkan bahan limbah dapur berupa sayuran kemudian dipotong-potong kecil agar proses pengomposan lebih efektif. Proses pengomposan dipengaruhi oleh komposisi bahan, secara langsung menggambarkan ketersediaan macam nutrisi.

Limbah sayuran ini adalah komponen hijau yang volumenya cukup sepertiganya dari volume bahan yang dikomposkan.

Siapkan komponen coklat berupa bioaktivator dalam media tanah kering halus. Bioaktivator ini mengandung mikrobakteri aktif sebagai dekomposer bagi proses pengomposan.

Selama proses pengomposan harus dipertikan adanya aerasi dengan cara mengaduk-aduk bahan kompos secara merata agar terjamin adanya aerasi yang maksimal. Hal ini karena prose ini bersifat aerobik bukan anaerobik.

Lakukan penyiraman untuk menjaga kadar air dalam bahan kompos sebagai upaya meredam suhu panas yang terjadi akibat metabolisme kimia dalam proses pengomposan.

Dekomposisi bahan oleh mikroba akan terjadi secara optimal pada kadar air antara kadar 50 – 60 %. Apabila kadar air berkurang dari 50 %, maka proses pengomposan akan berjalan lambat.

Pada kadar air dibawah 30 % reaksi dekomposisi yang terjadi sangat lambat dan kurang dari 20 % akan menghentikan reaksi dekomposisinya.

Sebaliknya pada kadar air terlalu tinggi akan membuat bahan menjadi kompak dan mengurangi rongga udara sehingga membatasi akses udara untuk aerasi.

Mari kita mulai melakukan proses pengomposan dari bahan-bahan limbah organik dari dapur kita. Kompos yang dihasilkan bisa digunakan sebagai pupuk organik untuk kesuburan tanah.

Salam lestari @hensa17.

Tinggalkan Balasan