Perkumpulan Jalan Kaki (Perjaka) Kelurahan Dukuh bulan Oktober 2025 sepakat berwisata ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Lokasinya memang tak jauh—hanya sepelemparan batu dari kediaman sebagian besar anggota Perjaka.
Destinasi wisata rutin bulanan untuk kali ini ditentukan lewat musyawarah mufakat. Beberapa lansia berkomentar,
“Masak kita sudah jalan-jalan ke mana-mana, tapi tetangga dekat belum juga dijenguk?”
Itulah alasannya mengapa Perjaka silaturahmi, makan-makan, dan olahraga di TMII.
Berangkat!
Rabu, 8 Oktober 2025, para lansia sudah bersiap sejak pagi. Titik kumpul ditetapkan di dekat kawasan Kantor PT Jasamarga. Saling menunggu sudah biasa; dan tepat pukul 07.00 konvoi kendaraan berangkat. Semua sudah diatur—siapa menumpang mobil siapa.
Seperti Anda tahu, TMII kini sudah direvitalisasi. Banyak perubahan terjadi, terutama dari segi pelayanan wisatawan. Sistem keuangan yang akuntabel dan transparan menjadi salah satu syarat utama pelayanan publik terbaik.
Petugas gerbang menyapa ramah rombongan Perjaka:
“Pembayaran tiket masuk TMII sekarang tidak bisa tunai lagi, Bapak.”
Akhirnya, masing-masing dari kami—Uda Zamris, Pak Budi H., saya sendiri, dan Ustaz Bambang—mengeluarkan kartu e-money. Tapi ternyata, kartu prabayar milik pemilik kendaraanlah yang diterima. Harga tiket: Rp25.000 per orang dan Rp35.000 untuk mobil.
Pemanasan & Briefing
Setibanya di area parkir, rombongan dikumpulkan. Komandan Ngadiono memberikan pengarahan. Ada dua rute jalan kaki: 5 km dan 2 km.
“Sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jangan memaksa diri. InshaAllah kita kumpul lagi di titik awal,” ujarnya.
Pak Eko, Penasehat Perjaka, sudah lebih dulu tiba. Beliau malah sempat pemanasan beberapa putaran sendirian—sudah berkeringat, sementara yang lain masih sibuk bercanda ria.
Menurut Pak Eko:
“Kita sebaiknya olahraga mulai pukul 06.00 agar lebih segar dan maksimal.”
Menyusuri Anjungan
Pukul 07.20, jalan kaki dimulai. Rute melalui anjungan Bengkulu, lalu Sumatera. Kami mengikuti jalur pejalan kaki dan sepeda. Tidak ada niat berlomba, jadi rombongan pun terpecah menjadi tiga kelompok.
Suasana pagi cukup lengang. Maklum, ini hari Rabu—bukan hari ramai wisatawan. Cuaca pun bersahabat. TMII terlihat lebih tertata, bersih, dan nyaman.
Kendaraan bensin dan motor kini dilarang masuk ke area anjungan. Udara terasa segar. Ternyata benar, TMII kini diupayakan bebas polusi demi kenyamanan wisatawan.
Aplikasi Samsung Health mencatat jarak tempuh kami: 4.000 meter. Lumayan jauh dibanding biasanya yang hanya sekitar Waduk Dukuh. Waktu tempuh: ±55 menit.
Soto, Canda & Mars
Sebagian Perjaka telah tiba di Kedai Soto Surabaya. Kami istirahat sejenak, menikmati ubi-ubian dan pisang rebus. Ibu Ngadiono dan Ibu Daeng sibuk melayani para bapak, dibantu pelayan warung.
Durasi ngobrol dan bercanda rupanya lebih lama dari waktu jalan kaki.
“Tertawa itu sebenarnya resep panjang umur,” ujar Pak Eko.
Sebelum pulang, Ustaz Bambang Priyono minta waktu untuk menyampaikan Mars Perjaka. Kami pun mencoba menyanyikannya bersama. Memang tidak mudah—maklum, bukan penyanyi, kecuali saat karaoke. Meski notasi sudah tersedia, perlu latihan lebih lanjut.
“Nanti kita latihan lagi, agar jalan kaki semakin semangat meneriakkan Mars Perjaka,” kata Ustaz.
Menuju November
Tujuan wisata bulan depan mulai dirancang. Mungkin ke Kebun Raya Bogor, Sentul, Pamulang, atau tempat lainnya. Yang penting: kegiatan outbond tetap rutin. Keluar dari Kampung Dukuh, menjaga semangat, mempererat silaturahmi.
- Salam Prjaka
- Dukuh Oktober 2025
- TD